Kelekatan
(attachment) merupakan suatu ikatan
emosional yang sangat kuat antara anak dengan orangtua atau pengasuh utamanya,
yang terjadi dari awal kehidupannya dan berlangsung lama selama masa hidup
seseorang dan mempunyai keinginan untuk mempertahankan kedekatan tersebut (Prastika,2015).
Kelekatan antara orang tua dengan anak tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi
diperlukan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan tumbuh dan berkembangnya
perilaku lekat tersebut. Orang tua yang memiliki kecenderungan menjaga jarak
dengan anak mereka, maka akan sulit untuk menumbuhkan kelekatan antara orang
tua dan anak. Selain itu, anak juga akan merasa enggan dan cenderung tertutup
dengan kedua orang tuanya.
Dasar
perkembangan kelekatan atau attachment adalah perasaan aman pada
seseorang, maka kelekatan atau attachment selalu bersifat positif.
Seorang anak yang mempunyai kelekatan atau attachment akan mampu untuk
melakukan eksplorasi secara optimal terhadap lingkungannya. Hal tersebut
memungkinkan perkembangan kognitif anak juga menjadi optimal. Pada anak yang
berkembang kelekatannya juga akan timbul sikap positif terhadap orang-orang
disekitarnya dan kemungkinan akan berkembang sikap positif terhadap dunia yang
lebih luas. Karena anak juga merasa aman untuk menyatakan kebutuhannya pada
orang disekitarnya, maka juga akan berkembang kemmpuannya untuk menyatakan diri
dengan baik. Oleh karena itu, tumbuhnya kelekatan atau attachment dalam
diri anak sangat diperlukan untuk perkembangan selanjutnya (Adiyanti, 2003
dikutip dalam Prastika, 2015).
Menurut
Prastika (2015) dalam skripsi berjudul hubungan antara attachment yang diberikan orang tua dengan bentuk-bentuk interaksi
sosial anak usia 4-5 tahun di kawasan
Bandungan Semarang, kelekatan atau attachment selalu ada dari waktu ke
waktu tetapi perilaku lekat hanya muncul dalam kondisi-kondisi tertentu,
seperti :
a.
Ada suatu kondisi yang mengancam rasa aman anak,
misalnya ketika anak dalam situasi yang belum dikenalnya atau situasi baru,
ketika anak dalam situasi yang tidak menentu seperti bencana alam, huru-hara,
dan kekacauan.
b.
Jika anak dalam keadaan sakit. Keadaan ini
menyebabkan anak merasa sangat perlu mendekatkan diri pada figur lekat. Hal ini
akan dapat dilihat dengan jelas ketika anak berada di rumah sakit, ketakutannya
terhadap dokter, rasa sakit pada tubuhnya, dan kondisi lingkungan yang tidak
dikenalnya menyebabkan ia selalu ingin digendong dan dipeluk oleh ibu atau
figur lekatnya.
c.
Jika figur lekat di luar jangkauan pandang anak,
misalnya anak tidak tahu kemana figur lekatnya, ibu atau figur lekatnya pergi.
Pada anak yang sudah lebih besar dan kemampuan berpikirnya sudah baik, ia akan
dapat mengerti jika ibu akan pergi ke suatu tempat dan berjanji akan segera
kembali. Hal ini disebabkan karena meskipun ibu jauh secara fisik, tetapi
secara psikologis ibu masih dalam jangkauan pandang anak.
Dalam
situasi tersebut, timbul perilaku lekat anak yaitu perilaku yang ditujukan
untuk mendapatkan kedekatan dengan figur lekat. Perilaku lekat dapat berbentuk
mencari figur lekat, mengikuti kemana figur lekat pergi, minta digendong,
menangis, memanggil, dan sebagainya. Jika figur lekat kembali berada di samping
anak atau dalam jangkauan pandang anak, maka perilaku lekat akan hilang. Anak
akan senang jika figur lekatnya ada di dekatnya. Namun demikian, anak yang
lekat secara aman akan segera dapat menyesuaikan dengan kondisi baru karena ia
percaya bahwa figur lekat tidak akan membiarkannya mengalami kesulitan
sehubungan dengan kebutuhannya. Anak akan bermain bersama dengan orang-orang di
sekitarnya meskipun figur lekat tidak ada disampingnya, tetapi secara
psikologis masih dalam jangkauan pandangnya. Sebaliknya, anak yang tidak lekat
secara aman akan protes atau menangis secara terus-menerus sampai ibu atau
figur lekat kembali ke sampingnya (Prastika,2015).
Menurut
Bowlby (dalam Ervika ,2005), anak usia prasekolah berada fase keempat kelekatan
yaitu partnership. Fase ini sama dengan fase egosentris yang dikemukakan Piaget.
Memasuki usia dua tahun anak mulai mengerti bahwa orang lain memiliki perbedaan
keinginan dan kebutuhan yang mulai diperhitungkannya. Kemampuan berbahasa
membantu anak bernegosiasi dengan ibu atau objek lekatnya. Kelekatan membuat
anak jadi lebih matang dalam hubungan sosial. Bowlby menamakannya goal
corrected partnerships, hal ini membuat anak lebih mampu berhubungan dengan
peer dan orang yang tidak dikenal.
Strategi pengasuhan yang dapat dilakukan orang tua kepada
anaknya agar terbentuk kelekatan dan rasa aman, yaitu :
- Kehangatan
dan afeksi yang diberikan orang tua kepada anaknya
- Orang tua menjaga
sensivitas dengan anak seperti meningkatkan kenyamanan anak, pola perilaku
orang tua yang menyenangkan bagi anak, memberikan perhatian, dan
mengurangi kesulitan yang dirasakan anak (Kemppinen,2007 dikutip Sukardi,
2011).
- Orang tua memiliki
alokasi waktu yang cukup untuk anak.
- Orang tua menjalin
komunikasi efektif dan berpikiran terbuka dengan anak.
Daftar Pustaka
Prastika
D. 2015. Hubungan antara Attachment yang
diberikan Orang Tua dengan Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Anak Usia 4-5 Tahun
di Kawasan Bandungan Semarang [Skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Negeri
Semarang
Ervika
E. 2005. Kelekatan (Attachment) Pada
Anak. http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-eka%20ervika.pdf
[diunduh 2017 Okt 1]
Sukardi
AN. 2011. Kajian Riwayat Perkembangan Anak, Sensitivitas dan Kelekatan Ibu
terhadap Anak Usia 3-5 Tahun di Kampung Adat Urug, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor
Komentar
Posting Komentar